Pembelajaran Bahasa dengan Metode Jigsaw

Belajar bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah belajar menggunakan bahasa Indonesia dan bukan hanya mempelajari teori-teori bahasa. Jika belajar bahasa hanya terfokus pada segi teori kebahasaan (gramatikal) saja maka siswa akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.

Berhasil atau tidaknya pembelajaran bahasa Indonesia diantaranya ditentukan oleh faktor guru, disamping faktor-faktor lainnya seperti faktor siswa, metode pembelajaran, kurikulum (termasuk silabus), bahan dan alat pembelajaran, serta yang tidak kalah pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan pengelolaan yang memadai.

Pada umumnya penguasaan kompetensi dasar berbicara Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah khususnya sekolah menengah atas (SMA) masih kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran kompetensi dasar berbicara, semisal kompetensi dasar menyampaikan pendapat dalam diskusi atau menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca (artikel atau buku). Dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut, sering dijumpai kelemahan siswa dalam mengekspresikan apa yang ada di dalam hati siswa ke dalam bentuk uraian secara lisan. Terlepas dari faktor-faktor lain dari kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya kompetensi dasar berbicara masih perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia.

Pembelajaran kompetensi dasar berbicara merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh guru bahasa Indonesia disamping pembelajaran kompetensi dasar menyimak, membaca dan menulis. Pembelajaran kompetensi dasar berbicara sangat penting diberikan kepada siswa untuk melatih menggunakan bahasa secara lisan. Disamping itu di dalam pembelajaran ini tercakup pula  pembelajaran kompetensi kebahasaan termasuk penguasaan kosa kata dan keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri dalam bentuk bahasa lisan sehingga dalam hal ini dibutuhkan kreativitas guru untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembelajaran kompetensi dasar berbicara dapat diberikan semaksimal mungkin dengan tidak mengesampingkan pembelajaran kompetensi dasar yang lain.

Guru bahasa Indonesia pada umumnya kurang maksimal dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi dasar berbicara. Faktor penyebabnya antara lain karena sistem ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal yang sebagian besar besifat teoritis disamping jumlah siswa yang terlalu besar dalam masing-masing kelas yang berkisar antara empat puluh sampai empat puluh lima orang.

Materi ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan motivasi guru bahasa Indonesia mengajarkan kompetensi dasar berbicara hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kondisi jumlah siswa di kelas yang relatif besar, biasanya guru enggan memberikan pembelajaran kompetensi dasar berbicara karena ia harus menilai kompetensi berbicara seluruh siswanya yang berjumlah hingga mencapai empat puluhan siswa, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan siswa yang notabene sulit berbicara. Belum lagi ia harus mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar di sekolah lain, berarti harus menilai empat puluh kali sekian siswa. Oleh karena itu, pembelajaran kompetensi dasar berbicara sedikit kurang mendapat perhatian dari guru dan kadang hanya sebulan sekali diberikan atau bahkan hanya sekali diberikan dalam satu semester.

Disamping masalah soal ujian dan jumlah siswa yang relatif besar, ada pendapat sebagian guru Bahasa Indonesia yang menganggap penilaian kompetensi dasar berbicara yang diberikan kepada siswa tidak terlalu penting sehingga guru merasa kurang perlu memberikannya kepada siswa.  Pendapat tersebut tidak bisa dibenarkan karena justru dengan cukup porsi dan optimalnya pelaksanaan pembelajaran kompetensi dasar berbicara, akan membuat siswa terbiasa memakai bahasa . Kompetensi berbicara akan dapat dicapai dengan baik bila sering dilaksanakan, dilatihkan dan dibiasakan. Jika guru jarang atau bahkan tidak pernah melakukan pembelajaran kompetensi dasar berbicara, bagaimana siswa dapat terampil berbicara dan dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia sangat dibutuhkan metode yang tepat untuk membantu meningkatkan kompetensi berbicara, bukan sekadar mempelajari ilmu bahasa. Salah satu metode yang dapat mendorong peningkatan kompetensi berbicara adalah metode pembelajaran jigsaw yaitu metode pembelajaran kooperatif yang secara tidak langsung “memaksa” siswa untuk berbicara sehingga secara tidak langsung pula kompetensi berbicara siswa akan meningkat.

Dalam pembelajaran dengan metode jigsaw, kelompok siswa yang terdiri dari lima atau enam orang berbagi tugas. Setiap anggota kelompok mendapat bagian topik yang berlainan. Langkah selanjutnya masing-masing anggota kelompok yang mendapat bagian topik yang sama membentuk kelompok baru, berdiskusi membahas sebuah topik yang sama. Kelompok ini selanjutnya disebut kelompok ahli. Selanjutnya kelompok ahli tersebut kembali lagi ke kelompoknya semula dan secara bergantian mepresentasikan kepada anggota kelompok lain tentang topik yang sudah dipelajarinya bersama kelompok ahli.

Akhirnya, para siswa mengikuti kuis yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis menjadi skor kelompok. Skor yang disumbangkan oleh siswa ke kelompoknya didasarkan pada peningkatan individual, dan siswa-siswa yang berada di kelompok dengan skor tertinggi berhak mendapat sebuah penghargaan. Jadi para siswa dimotivasi untuk mempelajari bahan sebaik mungkin dan bekerja keras di dalam kelompok ahli sehingga dapat membantu anggota kelompok lainnya.

Untuk menerapkan pembelajaran kompetensi dasar berbicara dengan metode Jigsaw, kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari lima atau enam siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan pembelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan pembelajaran tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian bahan pembelajaran yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu desebut “kelompok pakar” (expert group). Selanjutnya, para pakar siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompoknya semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai bahan pembelajaran yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Selanjutnya individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.

Langkah-langkah pembelajaran kompetensi dasar berbicara dengan metode jigsaw:

  1. kelas dibagi menjadi beberapa kelompok beranggota 5 atau 6 siswa (home teams)
  2. Tiap siswa dalam home teams diberi bagian bahan pembelajaran yang berbeda
  3. Anggota dari kelompok yang berbeda yang materinya sama bertemu dalam satu kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan materi mereka
  4. Tiap anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal (induk) dan bergantian mempresentasikan kepada teman satu kelompok tentang materi yang mereka kuasai
  5. Tiap kelompok memprestasikan hasil diskusinya
  6. Guru memberi evaluasi